Perpustakaan yang lebih dikenal dengan nama Biblioteca Apostolica Vaticana ini memang sudah dari jauh-jauh hari merencanakan untuk aksi digitalisasi.
Didirikan secara resmi pada tahun 1475, Biblioteca Apostolica Vaticana merupakan salah satu perpustakaan tertua di dunia dan menyimpan salah satu koleksi penting dan tulisan-tulisan bersejarah.
CIO Perpustakaan Vatikan Luciano Ammenti mengungkapkan, sebagai kota suci umat Katolik dan tempat tinggal Paus, Vatikan memiliki koleksi dengan sejarah panjangnya yang berasal lebih dari 75 ribu buku.
Misi go digital ini pun sudah dicetukan mulai tahun 2010 lalu, namun karena banyak hal yang harus dipersiapkan, maka pengerjaannya juga tak bisa dilakukan dalam 'satu malam'.
"Proses (digitalisasi) ini dilakukan setiap hari. Saya harus berterima kasih kepada EMC karena telah dengan sabar mendengarkan," papar Ammenti yang menjadi narasumber tamu di event EMC World 2014 yang berlangsung di Las Vegas, Amerika Serikat.
"Kami mengubah filosofi setiap harinya. Suatu waktu kami butuh 1 petabyte storage dan di lain harinya kami butuh 2 petabyte," lanjutnya.
Perkenalan EMC sendiri disebutkan berasal dari sebuah perusahaan bernama Terra Group. Dari sini, Ammenti diperkenalkan kepada EMC dan menyampaikan kebutuhan di perpustakaan Vatikan.
Sampai akhirnya, perpustakaan Vatikan dan EMC mencapai titik temu untuk mewujudkan misi go digital ini dengan mengandalkan solusi Isilon arrays, VNX arrays, dan VPlex.
Dijelaskan Ammenti, latar belakang dari proses digitalisasi ini adalah semata-mata dari sisi kemudahan akses. Setiap dokumen diyakini mereka harus dapat diakses setiap orang, setiap saat, dan di mana saja.
Saat ini sudah sekitar 40 juta halaman yang sudah masuk proses digitalisasi menggunakan format Common Internet File (CIF) System.
Rencana selanjutnya bagi Ammenti dan timnya adalah mengimplementasikan solusi ViPR, yang telah dirilis oleh EMC setahun yang lalu.
ViPR merupakan solusi software-defined storage yang dapat mengotomatisasi pengelolaan, distribusi, dan akses pada storage. Solusi ini juga diklaim memungkinkan perpustakaan Vatikan untuk menganalisa setiap dokumen.
"Sangat penting bagi kami untuk melakukan pencarian secara spesifik pada setiap dokumen, mulai dari konten yang berisi kaligrafi, gambar atau apapun di dalam suatu manuskrip. Setiap manuskrip punya sejumlah obyek untuk digitalisasi, namun tidak dapat disentuh," papar Ammenti.
Ammenti juga mengungkapkan 'rasa irinya' jika di Amerika Serikat punya infrastruktur yang lebih baik dalam urusan cloud, dibandingkan di Italia -- negara di mana Vatikan berdiri.
"Sangat mudah di AS, tetapi begitu rumit di Italia. AS punya infrastruktur cloud yang bagus. Sementara data kami sudah di tangan. Kami punya sekitar 45 petabyte dan ketika kami mencoba untuk membawanya ke cloud, maka crash," keluhnya.
Didirikan secara resmi pada tahun 1475, Biblioteca Apostolica Vaticana merupakan salah satu perpustakaan tertua di dunia dan menyimpan salah satu koleksi penting dan tulisan-tulisan bersejarah.
CIO Perpustakaan Vatikan Luciano Ammenti mengungkapkan, sebagai kota suci umat Katolik dan tempat tinggal Paus, Vatikan memiliki koleksi dengan sejarah panjangnya yang berasal lebih dari 75 ribu buku.
Misi go digital ini pun sudah dicetukan mulai tahun 2010 lalu, namun karena banyak hal yang harus dipersiapkan, maka pengerjaannya juga tak bisa dilakukan dalam 'satu malam'.
"Proses (digitalisasi) ini dilakukan setiap hari. Saya harus berterima kasih kepada EMC karena telah dengan sabar mendengarkan," papar Ammenti yang menjadi narasumber tamu di event EMC World 2014 yang berlangsung di Las Vegas, Amerika Serikat.
"Kami mengubah filosofi setiap harinya. Suatu waktu kami butuh 1 petabyte storage dan di lain harinya kami butuh 2 petabyte," lanjutnya.
Perkenalan EMC sendiri disebutkan berasal dari sebuah perusahaan bernama Terra Group. Dari sini, Ammenti diperkenalkan kepada EMC dan menyampaikan kebutuhan di perpustakaan Vatikan.
Sampai akhirnya, perpustakaan Vatikan dan EMC mencapai titik temu untuk mewujudkan misi go digital ini dengan mengandalkan solusi Isilon arrays, VNX arrays, dan VPlex.
Dijelaskan Ammenti, latar belakang dari proses digitalisasi ini adalah semata-mata dari sisi kemudahan akses. Setiap dokumen diyakini mereka harus dapat diakses setiap orang, setiap saat, dan di mana saja.
Saat ini sudah sekitar 40 juta halaman yang sudah masuk proses digitalisasi menggunakan format Common Internet File (CIF) System.
Rencana selanjutnya bagi Ammenti dan timnya adalah mengimplementasikan solusi ViPR, yang telah dirilis oleh EMC setahun yang lalu.
ViPR merupakan solusi software-defined storage yang dapat mengotomatisasi pengelolaan, distribusi, dan akses pada storage. Solusi ini juga diklaim memungkinkan perpustakaan Vatikan untuk menganalisa setiap dokumen.
"Sangat penting bagi kami untuk melakukan pencarian secara spesifik pada setiap dokumen, mulai dari konten yang berisi kaligrafi, gambar atau apapun di dalam suatu manuskrip. Setiap manuskrip punya sejumlah obyek untuk digitalisasi, namun tidak dapat disentuh," papar Ammenti.
Ammenti juga mengungkapkan 'rasa irinya' jika di Amerika Serikat punya infrastruktur yang lebih baik dalam urusan cloud, dibandingkan di Italia -- negara di mana Vatikan berdiri.
"Sangat mudah di AS, tetapi begitu rumit di Italia. AS punya infrastruktur cloud yang bagus. Sementara data kami sudah di tangan. Kami punya sekitar 45 petabyte dan ketika kami mencoba untuk membawanya ke cloud, maka crash," keluhnya.